YLKI Catat Pengaduan Jasa Keuangan Duduki Peringkat Tertinggi

06 Mei 2015

YLKI Catat Pengaduan Jasa Keuangan Duduki Peringkat Tertinggi , Direktur YLKI, Sudaryatmo,[ist]

Skalanews - Berdasarkan laporan terkait keluhan konsumen yang diterima sepanjang 2014, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengatakan, pengaduan jasa keuangan perbankan menduduki peringkat tertinggi dengan 210 pengaduan.

"Di tahun 2014, kita memperoleh keluhan konsumen sebanyak 1992 dengan pengaduan terkait jasa keuangan menduduki ranking pertama," kata Direktur YLKI Sudaryatmo, dalam Diskusi Publik Usulan Masyarakat Sipil untuk Penyusunan RUU Perbankan 2015 yang diselenggarakan Koalisi Responsibank di Hotel Akmani, Jakarta, Rabu (6/5).

Setelah pengaduan terkait perbankan, keluhan tentang permasalahan perumahan sebanyak 157 pengaduan, antara lain pengembang ingkar janji dan keterlambatan serah terima unit bangunan.

Ia juga mengatakan, 10 besar bank bermasalah adalah Bank Mandiri dengan 32 pengaduan, Bank Mega dengan 25 pengaduan, Bank CIMB Niaga dengan 18 pengaduan dan Bank Danamon dengan 17 pengaduan.

Kemudian, Bank Negara Indonesia dengan 15 pengaduan, Bank Rakyat Indonesia dengan 11 pengaduan, Citibank dengan 10 pengaduan, Bank Tabungan Negara dan Bank Central Asia masing-masing sebanyak sembilan pengaduan dan Bank HSBC dengan delapan pengaduan.

Lebih lanjut, ia mengatakan, dari 210 permasalahan perbankan yang diterima YLKI itu, sebanyak 50 persen merupakan permasalahan terhadap kartu kredit dengan 105 jumlah pengaduan.

Kemudian, diikuti pengaduan terkait masalah pinjaman sebanyak 33 dengan persentase 15,7 persen.

Selain itu, pengaduan terkait anjungan tunai mandiri sebanyak 19 keluhan atau sebesar 9 persen dan total pengaduan tabungan sebanyak 10 atau 4,8 persen.

Ia mengatakan, pada 2011 total pengaduan konsumen sebanyak 525 dengan pengaduan pelayanan jasa keuangan atau "financial services" sebanyak 147 laporan atau sebesar 28 persen.

"Ini berarti dari sekitar 100 pengaduan yang masuk ke YLKI, sebanyak 28 pengaduan itu merupakan pengaduan jasa keuangan," ujarnya.

Data keluhan itu, lanjutnya, dapat menjadi indikator perlindungan keuangan bagi konsumen.

"Indikator perlindungan keuangan suatu negara dapat diukur dari 'complain habit' (kebiasaan mengeluh)," katanya.

Sudaryatmo mengatakan, pengaduan di YLKI ini terbagi dua dari media sosial dan pengaduan yang ingin ditindaklanjuti, di mana konsumen mengisi formulir pengaduan.

Pengaduan konsumen terkait pelayanan jasa lingkungan, antara lain adanya persyaratan tambahan yang harus diterima nasabah yang tidak diberitahukan sebelum mendaftar menjadi nasabah.

"Konsumen sudah pada posisi tidak adil, ketika mereka menerima persyaratan di perbankan dan mereka mengetahuinya setelah menjadi nasabah," tuturnya.

Kemudian, pemberitahuan dari bank dengan kalimat "dengan ini konsumen tunduk pada peraturan bank, baik yang sudah ada, maupun yang akan ada di kemudian hari", memaksa nasabah menyetujui persyaratan bank lainnya yang tiba-tiba.

YLKI berharap, UU Perbankan dapat menyelesaikan permasalahan seperti itu. Sehingga tidak ada lagi kondisi tidak adil, yang diterima masyarakat yang juga konsumen. (ant/tat)