ResponsiBank menggunakan cookies. Lihat ketentuan penggunaan cookies pada website ini. × Tutup pemberitahuan
Kamis, 11 Juni 2015
Perbankan di Indonesia dinilai masih banyak kekurangan. Koalisi ResponsiBank Indonesia menemukan ada empat kekurangan di perbankan dalam negeri.
Sebagai pihak yang memiliki peran intermediasi dalam proses pembangunan, industri perbankan menjalankan fungsi untuk menghimpun dana masyarakat melalui tabungan dan investasi publik, kemudian menyalurkannya kembali melalui kredit dan investasi.
"Lantaran sangat bersentuhan dengan kepentingan publik, pada dasarnya perbankan memiliki kewajiban untuk menjadi transparan dan akuntabel kepada publik pada umumnya, dan terutama kepada para nasabahnya," kata Setyo Budiantoro, Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa dan Perwakilan Responsibank Indonesia dalam diskusi di Jakarta Pusat, Kamis (11/6/2015).
Laporan Riset Transparansi dan Akuntabilitas Sektor Keuangan yang dilakukan oleh jaringan Fair Finance Guide International menemukan, transparansi dan akuntabilitas masih menjadi persoalan serius dalam industri keuangan, khususnya perbankan.
Dari 47 bank yang dinilai di 7 negara, lebih dari separuh mendapat skor rendah (4 dalam skala 10). Menuurutnya, hal ini menunjukan bahwa bank masih belum serius dalam upaya mereka menjadi transparan dan akuntabel.
Ia mengatakan, dalam studi kasus perbankan Indonesia, persoalan yang paling sering ditemukan adalah: pertama, minimnya keterbukaan informasi bank mengenai nasabah dan simpanan mereka, terkait isu pajak dan korupsi dengan berlindung pada prinsip kerahasiaan bank.
Kedua, bank tidak transparan mengenai suku bunga, terutama suku bunga kredit kepemilikan rumah (KPR) yang tidak menguntungkan bagi masyarakat. Ketiga, rendahnya tingkat kepatuhan bank dalam mempublikasikan Laporan Keberlanjutan.
Pesan anda telah terkirim