Tindaklanjuti Kasus Cuci Uang lewat Stanchart

22 Maret 2018

JAKARTA - Pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, mesti menjelaskan ke pubik mengenai sikap negara terkait aksi pencucian uang di Standard Chartered Bank (Stanchart) sebesar 1,4 miliar dollar AS (sekitar 19 triliun rupiah) yang melibatkan nasabah warga negara Indonesia pada akhir 2015.


Apalagi, DJP sebelumnya mengaku telah mengetahui identitas 81 WNI nasabah Stanchart dan menyatakan akan menyelesaikan pemeriksaan data nasabah tersebut akhir Oktober 2017.


Peneliti Perkumpulan Prakarsa, Irvan Tengku Harja, mengingatkan sebenarnya sudah sejak tahun lalu, publik meminta kejelasan tentang kasus transfer jumbo yang mencurigakan itu.

Akan tetapi, ketika Otoritas Moneter Singapura (MAS) sudah menyatakan ada pelanggaran aturan pencucian uang pada pengalihan dana di Stanchart tersebut, pemerintah belum juga menindaklanjuti.


“Apabila kasus Stanchart ini tidak diungkap dan pemerintah terkesan mendiamkan, kita jadi pesimistis dengan penegakan hukum dan perbaikan sektor keuangan kita, baik pajak maupun fiskal kita yang lain,” kata Tengku, ketika dihubungi, Rabu (21/3).


Semestinya, lanjut dia, ketika MAS mengungkapkan adanya aksi pencucian uang yang melibatkan WNI nasabah Stanchart itu, pemerintah mesti segera bertindak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Sebab, kasus pencucian uang biasanya terkait dengan tindak pidana lain, seperti korupsi, perdagangan narkotika, maupun tindakan melawan hukum lain.


“Keputusan MAS merupakan bukti yang valid adanya pelanggaran hukum yang mesti ditindaklanjuti di Indonesia,” tukas Tengku.


Seperti dikabarkan, Bank Sentral Singapura menjatuhkan denda masing-masing sebesar 5,2 juta dollar Singapura atau 2,83 juta poundsterling, kepada Standard Chartered Bank Singapura (SCBS), dan 1,2 juta dollar Singapura kepada Standard Chartered Trust Singapura (SCTS).

Sanksi itu diberikan karena kedua institusi tersebut dinilai melanggar aturan soal pencucian uang, dan pendanaan yang terkait aksi terorisme.


MAS, awal pekan ini, mengungkapkan pelanggaran tersebut terjadi ketika ada pemindahan dana di rekening nasabah SCBS, dari Standard Chartered Trust (Guernsey) ke SCTS, yang terjadi sejak Desember 2015 sampai Januari 2016.

MAS dan Komisi Jasa Keuangan Guernsey telah memantau pergerakan sejumlah aset Stanchart, terutama milik klien asal Indonesia pada akhir 2015, tepat sebelum Kepulauan Channel menerapkan peraturan baru global mengenai pertukaran informasi pajak.


Menanggapi hal itu, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan segala informasi terkait tindakan yang terindikasi masalah korupsi, suap, dan lainnya akan menjadi pertimbangan lembaga itu untuk mendalaminya.

Hal ini bertujuan agar KPK bisa mengungkap dan menyimpulkan bahwa ada pihak yang terduga melakukan kesalahan pada kasus tersebut.
”Termasuk informasi tersebut kita akan dalami,” kata dia, Senin (19/3).


Sumber Dana


Dihubungi terpisah, Direktur Center For Budget Analysis, Uchok Sky Khadafi, menambahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja sama dengan DJP harus turun tangan itu untuk menyelidiki transfer dana yang terkait pencucian uang di Stanchart tersebut.


“Ini uang apa. Itu penting untuk ditelusuri sumber duitnya dari mana, siapa pemiliknya. Kenapa harus dikirim ke luar negeri. Apakah ini duit haram. Apakah ini business to business?” papar dia.


Sebelumnya, DJP mengungkapkan kasus transfer 19 triliun rupiah melalui Stanchart melibatkan 81 nasabah, dan 62 nasabah di antaranya telah mengikuti program pengampunan pajak atau tax amnesty.


Ken Dwijugiasteadi (Dirjen Pajak saat itu) memastikan 81 nasabah yang melakukan transfer dari Guernsey, Inggris ke Singapura tersebut adalah wajib pajak pribadi bukan badan. Ditjen Pajak menargetkan pemeriksaa mendalam terhadap 81 nasabah itu bisa rampung pada akhir Oktober tahun lalu.


Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, mengungkapkan kasus transfer janggal 19 triliun rupiah dari Guernsey ke Singapura itu hanya sebagian kecil dari uang para WNI yang disimpan di kawasan bebas pajak di luar negeri.


“Sudah saatnya kasus-kasus seperti ini tidak didekati dengan cara biasa dan sektoral. Pajak hanya satu aspek, tapi akan menjadi pintu masuk yang paling efektif,” ujar dia. YK/ahm/WP
sumber: http://www.koran-jakarta.com/tindaklanjuti-kasus-cuci-uang-lewat-stanchart/