Banjir di Lereng Kendeng Akibatkan Petani Rugi Puluhan Miliar

17 Desember 2021

 

Tokoh Sedulur Sikep Sukolilo, Pati, Gunretno menyatakan, benjir yang melanda wilayah Kabupaten Pati dan Kabupaten Kudus, menyebabkan kerugian serius. Banjir yang terjadi setiap tahun tersebut merendam ribuan hektar lahan pertanian di kedua kabupaten.

Pria yang juga menjadi Ketua Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) itu juga sudah pernah memberikan data titik-titik lokasi yang penting untuk segera ditangani. Akibat banjir di area persawahan tersebut, hasil survei lapangan JMPPK di tahun 2020 memperkirakan kerugian dari banjir rutinan itu mencapai Rp 45 miliar.

Dia merinci Desa-desa yang mengalami kerugian akibat banjir di lahan pertanian yaitu di Kabupaten Pati wilayah Kecamatan Sukolilo yaitu Desa Baleadi, Desa Wotan, Desa Baturejo, Desa Gadudero, dan Desa Kasiyan. Untuk Kecamatan Kayen yaitu Desa Srikaton, Desa Trimulyo, Desa Pasuruhan dan Desa Talun. Kecamatan Gabus, Desa Banjarsari, Desa Babalan, Desa Tanjang, Desa Kosekan, Desa Pantirejo, Desa Tlogoayu, Desa Karaban dan Desa Wuwur.



Gunretno, Ketua JMPPK. Foto: Dok. Beta News

“Kecamatan Margorejo juga terdampak banjir di Desa Ngawen, Desa Jimbaran, dan Desa Jambean,” ungkapnya. Diperkirakan kerugian gagal panen musim tanam pertama mencapai 5.000 hektar dengan hasil produksi 40.000 ton gabah dan kerugian biaya produksi sebesar Rp 45 miliar,” paparnya.

Gunretno

Banjir kini juga terjadi di Kabupaten Kudus. Jika dia hitung terdapat 12 desa yang terdampak. Di antaranya, Desa Gondoarum, Desa Sidomulyo, Desa Bulung Kulon, Desa Bulung Cangkring, Desa Sadang, Desa Jojo, Desa Kirig, Desa Jongso, Desa Payaman, Desa Karangrowo, Desa Wates, dan Desa Undaan.

Dia menilai, banjir yang melanda beberapa wilayah di Kabupaten Pati dan Kudus bukan diakibatkan karena curah hujan tinggi, melainkan disebabkan terjadinya alih fungsi lahan dan peruntukan lahan yang tidak sesuai. Dalam kerangka pembangunan, penanganan wilayah hulu dan hilir menurutnya harus seimbang.

“Di wilayah hulu, Pegunungan Kendeng dan Gunung Muria, kegiatan penambangan dan penggundulan hutan marak terjadi. Sehingga ketika curah hujan tinggi, aliran sungai pembuangan menjadi cepat mengalami sedimentasi,” jelasnya.

Temuan survei lapangan JM-PPK dalam kegiatan susur sungai pada sabtu 12/12/2020 terdapat Sampah plastik, enceng gondok dan larutan tanah dari pegunungan semakin menjadikan daya tampung sungai tidak mencukupi.

“Akibatnya, air meluap menggenangi lahan pertanian yang sudah ada tanaman padi,” ungkapnya saat ditemui di rumahnya beberapa waktu yang lalu.

Perlu diketahui bahwa dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Pegunungan Kendeng menyatakan terdapat kerusakan lingkungan yang sangat krusial. Apabila tidak segera ditanggulangi akan membawa risiko bencana ekologis besar yang tidak terelakkan.

Dalam RTRW Kabupaten Pati 2010-2020 yang dimuat dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011, pada pasal 2, menyatakan bahwa penataan ruang Kabupaten Pati bertujuan untuk mewujudkan Kabupaten Pati sebagai Bumi Mina Tani berbasis keunggulan pertanian dan industri berkelanjutan. Adapun di dalam dokumen KHLS Pegunungan Kendeng wilayah Kecamatan Sukolilo, Kecamatan Kayen dan Kecamatan Tambakromo dinyatakan sebagai kawasan lindung yang tidak boleh ada kegiatan yang merusak dan mengganggu fungsi kawasan karst sebagai akuifer hidrologi.

“Dengan daya dukung dan daya tampung kawasan peruntukannya sistem pengelolaan lahan menggunakan herbisida dan kimia, membawa dampak serius terhadap lingkungan serta risiko kebencanaan. Bencana banjir yang terus berulang belum menjadikan pemerintah dan masyarakat sadar pentingnya menjaga keseimbangan lingkungan. Peraturan penetapan tata ruang yang tidak sesuai berdampak serius pada resiko kebencanaan,” imbuhnya.

Saat ini warga masih berjibaku menghadapi dampak pandemi Covid-19 yang belum diketahui kapan akan berakhir. Dalam menghadapi pandemi ini kebutuhan pangan menjadi kebutuhan yang paling utama.

“Dalam memenuhinya lahan pertanian produktif yang sudah ada harus tetap dipertahankan. Bencana banjir bukan semata takdir, melainkan sebuah peristiwa yang dapat dihindari, karena penyebab banjir adalah perilaku oknum-oknum serakah,” tegasnya.

Menurut data Dinas Pertanian Kabupaten Pati, sejak tahun 2018 hingga tahun 2021 lahan pertanian yang gagal panen akibat terendam banjir terus meningkat. Di tahun 2018, total lahan pertanian yang terdampak banjir sejumlah 2.323 hektar. Dari sejumalah lahan itu, ada 1.271 hektar yang mengalami gagal panen.

Dengan rincian di Kecamatan Sukolilo, banjir 289 hektar, tidak ada gagal panen. Kayen, banjir 192 hektar, gagal panen 65 hektar. Gabus, banjir 170 hektar, gagal panen 105 hektar. Juwana, banjir 110 hektar, gagal panen 85 hektar. Jakenan, banjir 100 hektar, gagal panen 10 hektar. Pati, banjir 407 hektar, gagal panen 245 hektar. Tayu, banjir 232 hektar, gagal panen 125 hektar. Dukuhseti, banjir 823 hektar, gagal panen 636 hektar.

Pada tahun 2019, jumlah lahan pertanian yang terkena banjir dan gagal panen di Pati terus meningkat. Tak hanya jumlah luas lahan, namun kecamatan yang terkena banjir juga bertambah, yakni Kecamatan Margorejo. Total lahan yang terdampak banjir menjadi 4.620 hektar, sedangkan yang mengalami gagal panen ada 1.656 hektar.

Rincian lahan banjir tahun 2019, di Kecamatan Sukolilo, 665 hektar lahan terkena banjir dan masih bisa panen. Kayen, banjir 497 hektar, gagal panen 255 hektar. Gabus, banjir 345 hektar, gagal panen 240 hektar. Juwana, banjir 90 hektar, gagal panen 48 hektar. Jakenan banjir 1185 hektar, gagal panen 197 hektar. Pati, banjir 330 hektar, gagal panen tidak ada. Tayu, banjir 276 hektar, gagal panen 174 hektar. Dukuhseti, banjir 1.005 hektar, gagal panen 677 hektar. Margorejo, banjir 277 hektar, gagal panen 65 hektar.

Tahun 2020 kembali meningkat, dan jumlah kecamatan yang lahan pertaniannya terendam banjir juga bertambah di Kecamatan Margoyoso. Sehingga jumlah lahan yang terkena banjir menjadi 5.714 hektar. Sementara lahan gagal panen juga meningkat hingga dua kali lipat dari tahun sebelumnya, yakni 3.157 hektar.

Rincian tahun 2020, Kecamatan Sukolilo, banjir 2.474 hektar, gagal panen 1.032 hektar. Kayen, banjir 936 hektar, gagal panen 739 hektar. Gabus, banjir 692 hektar, gagal panen 386 hektar. Juwana, banjir 138 hektar, gagal panen 72 hektar. Jakenan, banjir 133 hektar, gagal panen 84 hektar. Pati, banjir 448 hektar, gagal panen 142 hektar. Tayu, banjir 276 hektar, gagal panen 174 hektar. Dukuhseti, banjir 433 hektar, gagal panen 313 hektar. Margorejo, banjir 442 hektar, gagal panen 382 hektar. Margoyoso, banjir 18 hektar, gagal panen 7 hektar.

Sementara data bulan November tahun 2021, jumlah lahan pertanian yang tergenang air juga kembali bertambah memecahkan rekor sebelumnya, yakni 7.597 hektar lahan terkena banjir. Seiring dengan peningkatan lahan banjir, lahan gagal panen juga meningkat menjadi 5.201 hektar.

Rincian tahun 2021, Kecamatan Sukolilo, banjir 2.239 hektar, gagal panen 886 hektar. Kayen, banjir 852 hektar, gagal panen 617 hektar. Gabus, banjir 1.210 hektar, gagal panen 1.109 hektar. Juwana, banjir 132 hektar, gagal panen 92 hektar. Jakenan 1.196 hektar, gagal panen 1.109 hektar. Pati, banjir 996 hektar, gagal panen 700 hektar. Tayu, banjir 85 hektar, gagal panen 5 hektar. Dukuhseti, banjir 387 hektar, gagal panen 208 hektar. Margorejo, banjir 500 hektar, gagal panen 475 hektar.


Tim Liputan: Ahmad Rosyidi, Dafi Yusuf, Rabu Sipan

Sumber: Betanews.id