Agar Perbankan Indonesia Tidak Kalah dengan Bank Asing
swa.co.id - Menjelang berakhirnya Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015, para pemimpin dunia sudah mulai berbagai perundingan untuk menyepakati tujuan pembangunan internasional yang baru. Tujuan yang baru ini dikenal dengan Sustainable Development Goals (SDGs).
Mantan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, memegang peranan penting sebagai salah satu HLPEP (High Level Panel of Eminent Person) yang ditunjuk oleh sekjen PBB dalam penyusunannya. Oleh karena itu, isu keberlanjutan tidak dapat dipisahkan dari proses pembangunan dan saling berhubungan dengan isu-isu sosial seperti pengurangan kemiskinan dan kesenjangan sosial. Bagi Indonesia, isu keberlanjutan seperti perubahan iklim menjadi sangat penting.
Prinsip triple bottom line (tiga pilar berkelanjutan) yaitu people, planet, dan profit sudah banyak diadopsi oleh dunia usaha. Namun, selama ini tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR (Corporate Social Responsibility) di Indonesia masih lebih banyak dimaknai sebagai kegiatan-kegiatan yang bersifat filantropis/karitatif, belum atau masih sedikit sekali yang menyentuh core business suatu bank, yaitu penyaluran kredit/investasi, sebagai pelaksana fungsi utama bank yaitu menjadi agen pembangunan.
Oleh karena itu, beberapa organisasi masyarakat di Indonesia yaitu ICW, Infid, Prakarsa, PWYP, Walhi, dan YLKI bergabung dalam koalisi Responsibank Indonesia. Responsibank bertugas untuk menilai kebijakan kredit/investasi bank berdasarkan aspek-aspek sosial dan lingkungan hidup bank seperti hak asasi manusia, hak pekerja, perubahan iklim, dan lain lain.
Penilaian ini menggunakan sistem Fair Finance Guide yang dikembangkan oleh Profundo (sebuah konsultan penelitian riset di Belanda ) sistem ini dikembangkan di Belanda sejak tahun 2009 silam. Responsibank Indonesia merupakan bagian dari jaringan Fair Finance International yaitu suatu koalisi masyarakat sipil di 7 negara maju dan berkembang. Negara-negara tersebut adalah Brazil, Belanda, Belgia, Jepang, Perancis, dan Swedia.
Hasil dari perankingan yang dibuat oleh koalisi Responsibank Indonesia ini akan diluncurkan pada Maret 2015 mendatang. “Tahun ini ada 11 bank yang sudah kami nilai di antaranya 8 bank lokal dan 3 bank asing, ” kata Veronica, Manajer Riset Perkumpulan Prakarsa.
Mengapa bank asing ikut dinilai?
“Sebenarnya bank asing hanya menjadi pancingan untuk bank-bank lokal agar menjadi lebih baik karena setelah dinilai, bank-bank lokal nilainya buruk. Kami ingin menunjukkan bahwa ‘bank asing aja bisa loh bikin ini,’” tambahnya. (EVA)