Kepercayaan Pasar Turun, Rupiah Makin Terhempas
JAKARTA – Kian terus melemahnya nilai tukar rupiah hingga bertengger di level 13.200 rupiah per dollar AS merupakan indikasi menurunnya kepercayaan publik terhadap kinerja ekonomi pemerintah. Selain itu, pelemahan rupiah juga mencerminkan kekecewaan pasar terhadap Presiden Joko Widodo.
“Dengan kurs rupiah yang tembus 13.200 per dollar AS, berarti Jokowi Effect sudah resmi berakhir. Meski banyak berita mengenai rencana maupun start proyek infrastruktur, namun investor dan publik hanya menganggapnya sebagai janji manis yang jauh dari harapan,” kata Direktur Perkumpulan Prakarsa, Setyo Budiantoro saat dihubungi, Rabu (11/2).
Menurut Setyo, faktor ekternal memang memiliki pengaruh terhadap penurunan rupiah yang dibuktikan dengan penurunan nilai tukar di banyak negara, tapi kurs rupiah terjerambab paling dalam sehingga langsung mengganggu perencanaan dunia usaha. “Dengan kondisi seperti ini maka pemerintahan Jokowi justru dilihat oleh dunia usaha sebagai bagian dari masalah. Kepercayaan pasar terhadap omongan Jokowi juga terus menurun dan muncul keragu-raguan,” kata Setyo.
Setyo mengungkapkan, pada awalnya semua pihak terutama para investor memang antusias melihat program-program yang diusung Jokowi. Namun, setelah pemerintah Jokowi berjalan, para investor mulai mempertanyakan realisasi program tersebut. “Karena terkesan cuma janji maka pasar pun bereaksi. Terbukti, rupiah melemah dan investor asing di pasar modal pun mulai menarik dananya,” paparnya.
Tak jauh beda, ekonom Universitas Gadjah Mada A. Tony Prasetiantono juga mengatakan pelemahan rupiah saat ini bukan semata disebabkan faktor ekonomi. Ia menganggap pelemahan rupiah juga disebabkan oleh kekecewaan pasar terhadap Presiden Joko Widodo. “Kita semua kan berharap Pak Jokowi bisa mengambil keputusan yang cepat ya, tapi maaf, ternyata kurang,” katanya.
Menurut Tony, padahal masyarakat punya ekspektasi yang tinggi terhadap Jokowi. Salah satu yang membuat Jokowi dicap tidak bisa mengambil keputusan yang cepat adalah kisruh Komisi Pemberantasan Korupsi vs Kepolisian RI. “Masyarakat melihat ada sesuatu yang aneh yang memuat Jokowi lama dalam mengambil keputusan,” ujar dia.
Rapat Kabinet
Sementara itu, saat mengawali rapat membahas penurunan rupiah dengan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Sofyan Djalil, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Gubernur BI Agus Martowardojo dan Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad, Presiden Jokowi mengatakan pemerintah akan terus waspada dan hati-hati dengan sentimen global yang akan tetap menghantui.
"Kita semuanya harus optimistis bahwa tahun ini ekonomi tumbuh lebih baik. Tapi hati-hati iya dan waspada iya," ucap Jokowi di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu.
Menurut Jokowi, pelemahan kurs rupiah bukan serta merta masalah fundamental ekonomi Indonesia dalam negeri. Jokowi menyebut, fundamental ekonomi tahun ini lebih baik jika dibandingkan tahun lalu.
"Meskipun juga perlu saya sampaikan bahwa dengan fundamentel ekonomi kita yang baik, IHSG juga membaik, pasar obligasi yang kita lihat baik, dan ditambah dengan ruang fiskal yang juga jauh lebih baik dibanding tahun kemarin," jelasnya.
Usai rapat, Gubernur BI Agus Martowardojo menjelaskan, ada sejumlah risiko yang harus diwaspadai yang bisa menyebabkan tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Pertama adalah Utang Luar Negeri Indonesia yang pada akhir triwulan IV-2014 tercatat sebesar 292,6 miliar dollar AS atau naik 9,9 persen dari posisi akhir 2013 sebesar 266,1 miliar dollar AS.
Kedua, tentang pasar keuangan yang banyak tertekan oleh faktor eksternal, utamanya karena h potensi kenaikan suku bunga acuan oleh bank sentral AS (The Federal Reserves/The Fed). Dengan ekonomi Negeri Paman Sam yang semakin membaik, kenaikan bunga di sana sepertinya sudah di depan mata.
"Kelihatannya karena ekonomi AS yang membaik di sisi unemployment (ketenagakerjaan), inflasi, membuat keyakinan bahwa penyesuaian akan dilakukan pada Juni sampai September," ungkap Agus.YK/eko/nsf/AR-2
Sumber : koran-jakarta.com