PRESS RELEASE: Bank di Indonesia Abai Hak-hak Pekerja

23 Maret 2018

22 Maret 2018 – Industri perbankan di Indonesia berlomba-lomba mengejar penghargaan di bidang penyelenggaraan Good Corporate Governance (GCG) terbaik dari berbagai instansi, baik di level nasional maupun regional. Namun di sisi lain, transparansi, akuntabilitas, independensi, dan kewajaran yang menjadi semangat utama tata kelola korporasi yang baik belum benar-benar diimplementasikan. Sebagai misal, dalam konteks penghormatan hak-hak pekerja, bank masih lalai dalam menerapkan kebijakan dan pemenuhan hak-hak pekerjanya.

“Penilaian ResponsiBank Indonesia pada kurun waktu 2014-2016, seluruh bank nasional BUKU IV sama sekali tidak mencantumkan tema hak-hak pekerja dalam Laporan Tahunan dan Laporan Keberlanjutan mereka,” kata Dia Mawesti, koordinator Koalisi ResponsiBank Indonesia. Penilaian ResponsiBank Indonesia pada tema hak pekerja ini mencakup indikator-indikator kepatuhan bank pada prinsip-prinsip internasional, seperti: UN Guidance Principles on Business Human Rights, UN Global Compact, IFC Performance Standards, serta norma hukum ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia. Menurut Dia, yang juga bekerja sebagai Sustainable Development Officer di Perkumpulan Prakarsa, hal ini membuktikan masih rendahnya komitmen bank dalam isu perlindungan hak-hak pekerja, khususnya kebijakan pensiun dan jaminan sosial ketenagakerjaan lainnya.

Studi kasus ResponsiBank Indonesia lainnya (2016: 21-33), mengungkap kasus Bank CIMB Niaga dan Bank UOB yang abai terhadap kebijakan perburuhan di perusahaan-perusahaan yang mereka beri pinjaman, yaitu: PT Jaba Garmindo dan PT Panarub Industry. Meskipun kedua perusahaan telah melakukan serangkaian pelanggaran hak-hak pekerja, mulai minimnya jaminan atas kesehatan dan keselamatan kerja, menurunnya upah riil, hilangnya jaminan atas pekerjaan, dan pelemahan organisasi buruh, namun bank tidak mengambil langkah mitigasi risiko mengatasi persoalan tersebut. Bahkan, ketika PT Jaba Garmindo mengalami pailit pada 2015, Bank UOB menyatakan memiliki hak untuk mengeksekusi secara penuh barang jaminan dengan mengabaikan persoalan hak-hak buruh yang belum dipenuhi oleh perusahaan.

Studi terbaru dari Lokataru Foundation yang merupakan bagian dari Koalisi ResponsiBank Indonesia juga mengungkap adanya praktik pelanggaran atas hak-hak pensiunan mantan pegawai di dua bank plat merah yaitu BRI dan BNI di antaranya terkait pembayaran pesangon, pembayaran Jaminan Hari Tua, dan pembayaran Manfaat Pensiun Bulanan.

“Program pensiun BNI dan BRI jelas bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan, terutama pasal 167 ayat 3. Kedua bank telah memperkenalkan kebijakan pensiun yang memotong pesangon dengan total jumlah tunjangan pensiun. Semua pensiunan mengalami pengurangan atau kekurangan uang pesangon. Ini jelas merugikan mereka,” kata Nurkholis Hidayat, pendiri dan dewan direksi Lokataru Foundation.

 

Kontak

Dia Mawesti (dmawesti@theprakarsa.org) – 0812 1920 100

Nurkholis Hidayat (nilkoe@gmail.com) – 0815 1996 7110