Keuangan Berkelanjutan Belum Jadi Bagian Mitigasi Risiko

11 Desember 2019

Otoritas Jasa Keuangan belum dapat memastikan bahwa arah kebijakan keuangan berkelanjutan di Indonesia bisa bergeser ke integrasi manajemen risiko dan tata kelola perusahaan yang baik.

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan belum dapat memastikan bahwa arah kebijakan keuangan berkelanjutan di Indonesia bisa bergeser ke integrasi manajemen risiko dan tata kelola perusahaan yang baik. Dia Mawesti, koordinator Responsi Bank Indonesia menyatakan implementasi Roadmap Keuangan Berkelanjutan di Indonesia telah berjalan selama lima tahun. Namun, saat ini aturan mengenai implementasi keuangan berkelanjutan di Indonesia hanya sebatas membangun sistem pelaporan, peningkatan kapasitas pelaku industri jasa keuangan, koordinasi antarinstansi, serta pengembangan produk berkelanjutan.

“Ini menunjukkan bahwa praktik keuangan berkelanjutan di Indonesia masih belum menjadi bagian dari manajemen risiko perbankan. Kebijakan keuangan berkelanjutan belum menyentuh hal substantif sehingga tidak bisa mengukur dampak pembiayaan terhadap risiko lingkungan, sosial, dan tata kelola," katanya dalam siaran pers, Selasa (11/12/2019).

Menurut Dia, penerapan manajemen risiko pembiayaan sesuai dengan prinsip keuangan berkelanjutan sangat krusial dalam memitigasi dampak negatif bisnis seperti kerusakan lingkungan, polusi dan limbah, konflik lahan, ancaman terhadap kesehatan dan keamanan, pelanggaran HAM dan hak pekerja, serta hilangnya mata pencaharian masyarakat lokal. Senada dengan hal ini, Laporan Pemeringkatan Bank yang dilakukan Koalisi Responsi Bank Indonesia pun menemukan bahwa bank di Indonesia masih belum memiliki kebijakan kredit dan investasi yang spesifik pada sektor usaha berisiko tinggi terhadap lingkungan dan sosial. Padahal bank turut mengambil andil besar untuk menerapkan safeguard policy dalam penyaluran kredit dan pembiayaan. Tak sekadar untuk menghindari risiko sosial dan lingkungan, melainkan juga untuk menghindari risiko finansial gagal bayar akibat praktik bisnis yang tidak berkelanjutan.

“Identifikasi sektor-sektor berisiko tinggi mutlak dilakukan untuk menjamin perbankan tidak membiayai sektor yang tidak berkelanjutan. Untuk mendukung hal ini."

Oleh karena itu, Dia berpendapat OJK perlu meningkatkan standar dan kriteria penyaluran pembiayaan terutama di sektor berisiko tinggi pada Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan 2020-2025. Di samping itu, pemerintah pun perlu menciptakan ekosistem yang memungkinkan sektor keuangan di Indonesia berlomba menjadi yang terbaik. "Bank harus bisa dibuat race to the top dalam implementasi keuangan berkelanjutan," tuturnya.

 

Source: Bisnis.com