FFA : Keuangan Berkelanjutan Kunci Kesetaraan Gender Sektor Pertanian
Fair Finance Asia (FFA) memandang akses keuangan berkelanjutan merupakan kunci mendorong kesetaraan gender sektor pertanian. Ilustrasi.
Jakarta, CNN Indonesia -- Fair Finance Asia (FFA) dan Gender Transformative and Responsible Agribusiness Investments in South-East Asia (GRAISEA), yang merupakan program dari Oxfam, telah meluncurkan ringkasan kebijakan baru bersamaan dengan Pertemuan Bisnis Inklusif Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN) yang ke-enam di Bali, Indonesia.
Berjudul "Uji Tuntas Berbasis Hak dan Risiko pada Pembiayaan Sektor Pertanian di ASEAN", ini merupakan tindak lanjut dari ringkasan kebijakan bersama FFA-GRAISEA berjudul "Mewujudkan Uji Tuntas yang Lebih Kuat pada Sektor Pertanian di ASEAN (2022)" yang disampaikan kepada Pemerintah Kerajaan Kamboja sebagai Ketua ASEAN pada lalu 2022.
Ringkasan kebijakan baru FFA merinci wawasan dan rekomendasi tingkat regional yang bertujuan untuk mempercepat implementasi kebijakan dan praktik keuangan berkelanjutan dan bertanggung jawab yang mendorong kesetaraan gender dan hak asasi manusia dalam sektor pangan dan pertanian.
Secara khusus, FFA mendesak ASEAN untuk mengintegrasikan elemen penting berbasis hak dan risiko ke dalam ASEAN Taxonomy Versi 2.
"Institusi keuangan memiliki pengaruh besar terhadap peminjam publik dan swasta untuk memberdayakan ekonomi perempuan, kesetaraan gender, dan hak asasi manusia di sektor pertanian ASEAN," kata Penasihat Penelitian dan Advokasi Fair Finance Asia Victoria Caranay dalam pernyataan yang dikeluarkan di Jakarta, Selasa (22/8).
"Namun, karena lambannya penyelarasan konvensi dan standar internasional oleh institusi keuangan serta lemahnya penerapan di tingkat regional dan nasional, jutaan pekerja dan petani terus berada dalam kondisi kerja dan kehidupan yang tidak setara, terutama pekerja dan petani perempuan. Institusi keuangan dan negara-negara anggota ASEAN harus mengambil lebih banyak langkah dalam menerapkan komitmen standar keuangan berkelanjutan dan bertanggung jawab," tambahnya.
Mengutip data dari laporan Harvesting Inequality FFA-GRAISEA 2022, yang dikembangkan bersama mitra riset Profundo, ringkasan kebijakan ini menyoroti bahwa hampir 90 persen bank yang mendanai sektor pertanian ASEAN tidak mengungkapkan informasi tentang bagaimana isu-isu gender dan hak-hak perempuan ditangani dalam keterlibatan bisnis atau investasi mereka.
Sebagian besar katanya, bank itu juga tidak mempertimbangkan hak asasi manusia dalam transaksi mereka. Itu menjadi tantangan.
Tantangan yang sama juga berlaku untuk Rencana Aksi Nasional (NAP) tentang bisnis dan hak asasi manusia yang diluncurkan oleh beberapa Negara Anggota ASEAN.
"Pekerja perempuan dan petani tidak hanya memberikan kontribusi besar terhadap produktivitas sektor pertanian ASEAN, mereka juga merupakan pilar-pilar dalam keluarga dan komunitas mereka, dan mereka seringkali membawa beban sebagian besar pekerjaan perawatan dan pekerjaan rumah tangga tidak dibayar," kata Manajer Program PRAKARSA Herni Ramdlaningrum.
"Meskipun begitu, perempuan di sektor pertanian kerap menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia, kondisi kerja yang eksploitatif, pelecehan seksual, diskriminasi dan kekerasan berbasis gender. Negara-Negara Anggota ASEAN harus melakukan lebih banyak cara untuk memastikan bahwa mereka dilindungi, bersama dengan kelompok-kelompok terpinggirkan lainnya," tambahnya.
Sumber : CNN Indonesia